Batak, adalah suatu istilah untuk menyebut penduduk pulau Sumatra sejak abad 1, sekitar tahun 77 Masehi. Seorang utusan Kaisar Titus dari Kerajaan Romawi, bernama Pliny, yang ditugaskan untuk mencacah penduduk di dunia, tiba di pulau Sumatra. Terkejut melihat manusia yang hidup di pedalaman pulau Sumatra, hidup dengan peradaban yang sudah maju. Pliny menyebutkan bahwa penduduk pulau Sumatra sebagai Batta, Batech, Bateq dan Batak.
Istilah batak di pulau Sumatra mulai umum disebutkan sejak abad 17, untuk menyebut orang-orang yang hidup di pedalaman mulai dari wilayah Sumatra Timur, sampai ke sebagian wilayah Aceh, Sumatra Utara, sebagian daerah Riau dan Sumatra Barat, hingga ke pulau-pulau sebelah barat pulau Sumatra. Jadi istilah batak, diartikan sebagai "orang pedalaman".
Sedangkan di Filipina, juga ada istilah batak, untuk menyebutkan suatu suku di pedalaman pulau Palawan, yang disebut sebagai suku Batak Palawan. Arti dari batak di Filipina, berarti "orang gunung".
Di Malaysia, terdapat suatu suku di pedalaman Malaysia, yang dikategorikan sebagai penduduk asli Semenanjung Malaysia, yang disebut sebagai suku Bateq atau Batech. Istilah Bateq di Malaysia, berarti "orang hutan".
Sedangkan di pulau Sumatra pada masa lalu, istilah batak, oleh orang-orang dari Kesultanan Melayu yang beragama Islam, biasanya melontarkan lecehan dan hinaan untuk menghina dengan cara kasar, menyebut sekelompok manusia di pedalaman yang bukan muslim, sebagai batak yang berarti "kafir", "primitif", "manusia hutan" dan "pemakan babi".
Istilah batak selalu mengarah kepada arti yang kurang sedap didengar, yang merendahkan martabat dan menjurus kepada pelecehan dan hinaan. Tetapi disitulah "hebat" nya orang Batak, walau sejak dahulu telah dilecehkan dengan bermacam-macam kata hinaan, tetapi mereka dapat bangkit dari ketertinggalannya, maju sejajar dengan suku-suku besar di Indonesia, dan menjadi salah satu dari 5 suku-bangsa termaju di Indonesia, yaitu suku Jawa, Sunda, Batak, Bugis dan Bali. Serta menjadi salah satu dari 10 suku-bangsa dari Indonesia yang populer di dunia, yaitu suku Dayak, Batak, Toraja, Bali, Jawa, Sunda, Bugis, Ambon, Papua dan Melayu.
Rumpun Batak, atau sekelompok komunitas masyarakat adat yang sejak dahulu disebut sebagai orang-orang Batak, terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:
di Wilayah provinsi Aceh
Kelompok masyarakat adat di atas, walau dahulu sejak awal abad 1 hingga pertengahan abad 20, masih disebut sebagai orang-orang Batak, oleh pendatang dari China, India dan termasuk Belanda, Tetapi saat ini, masyarakat adat atau biasa disebut sebagai suku-suku Batak di atas, yang telah memeluk agama Islam, sebagian besar telah melepaskan identitas Batak mereka, dan lebih suka menyebut identitas suku mereka saja, seperti suku Alas, Gayo, Singkil, Kluet dan Mandailing. Selain itu kelompok suku-suku Batak yang beragama Kristen juga akhir-akhir ini sebagian turut melepaskan identitas batak nya, seperti suku Pakpak, Dairi, Karo dan Simalungun, Mereka lebih suka menampilkan nama suku mereka sendiri, tanpa ada embel-embel batak di depan nama suku mereka.
Sedangkan suku Nias, Mentawai dan Enggano, yang pernah disebut sebagai Batak Laut, termasuk suku-suku di pulau Simalur (Devayan, Sigulai, Lekon dan Haloban), memang secara budaya berbeda dengan suku-suku Batak Daratan.
Praktis saat ini tinggal suku Toba, Samosir, Humbang, Silindung dan Angkola saja yang tetap bangga dengan nama batak di depan nama suku mereka.
Apabila diperhatikan selama ini, mengenai istilah batak, apabila ada seseorang menyebut kata "batak", biasanya pikiran orang tertuju kepada salah satu suku Batak yang disebut suku Batak Toba. Sehingga bisa dibayangkan apabila ada seorang dari suku Batak Karo atau suku Batak Pakpak, bila bertemu dengan orang Jawa, dan mengaku sebagai Batak, maka si orang Jawa otomatis mengucapkan kata "Horas". Berarti menurut si orang Jawa, orang Batak itu semuanya memakai istilah "Horas". Si orang Jawa tidak tahu bahwa istilah "Horas" berasal dari daerah Toba seperti Toba, Humbang, Samosir, Silindung, Angkola dan Mandailing. Sedangkan bagi orang Karo istilah "Horas" adalah "Mejuahjuah", dan bagi orang Pakpak istilah "Horas" adalah "Njuahjuah". Tentu terasa aneh menurut si orang Karo dan si orang Pakpak, karena si orang Jawa menyebut "Horas" kepada orang Karo dan Pakpak ?
Mengapa istilah "Horas", lebih dahulu dikenal orang di seluruh Indonesia dibanding istilah "Mejuahjuah" atau "Njuahjuah" atau "Yaahowu" dari Nias.
Tentunya hal ini disebabkan karena memang sejak dahulu orang Batak dari daerah Toba, Humbang, Silindung, Samosir, Angkola dan Mandailing telah merantau sejak berpuluh-puluh tahun bahkan sejak beberapa abad yang lalu, menyebar ke seluruh penjuru Indonesia ini. Sehingga mereka yang selama ini mengaku Batak di perantauan, selalu memperkenalkan istilah "Horas" nya. Inilah mengapa istilah "Horas", lebih populer meng-Indonesia, bahkan lebih mendunia dibanding istilah "Mejuahjuah" nya orang Karo, "Njuahjuah" nya orang Pakpak dan "Yaahowu" nya orang Nias dan lain-lain.
Tetapi tidak selamanya begitu, karena berkat kemajuan teknologi dan bertebarnya TV swasta di Indonesia ini, maka sebutan-sebutan Horas-nya orang Karo, Pakpak, Simalungun dan Nias akan turut dikenal juga seiring dengan waktu. Dengan begitu nama etnis-etnis batak lainnya akan lebih dikenal dunia, bahwa kenyataannya orang Batak itu bukan hanya orang dari daerah Toba dan Angkola serta Mandailing.
diolah dari berbagai sumber
Istilah batak di pulau Sumatra mulai umum disebutkan sejak abad 17, untuk menyebut orang-orang yang hidup di pedalaman mulai dari wilayah Sumatra Timur, sampai ke sebagian wilayah Aceh, Sumatra Utara, sebagian daerah Riau dan Sumatra Barat, hingga ke pulau-pulau sebelah barat pulau Sumatra. Jadi istilah batak, diartikan sebagai "orang pedalaman".
Sedangkan di Filipina, juga ada istilah batak, untuk menyebutkan suatu suku di pedalaman pulau Palawan, yang disebut sebagai suku Batak Palawan. Arti dari batak di Filipina, berarti "orang gunung".
Di Malaysia, terdapat suatu suku di pedalaman Malaysia, yang dikategorikan sebagai penduduk asli Semenanjung Malaysia, yang disebut sebagai suku Bateq atau Batech. Istilah Bateq di Malaysia, berarti "orang hutan".
Sedangkan di pulau Sumatra pada masa lalu, istilah batak, oleh orang-orang dari Kesultanan Melayu yang beragama Islam, biasanya melontarkan lecehan dan hinaan untuk menghina dengan cara kasar, menyebut sekelompok manusia di pedalaman yang bukan muslim, sebagai batak yang berarti "kafir", "primitif", "manusia hutan" dan "pemakan babi".
Istilah batak selalu mengarah kepada arti yang kurang sedap didengar, yang merendahkan martabat dan menjurus kepada pelecehan dan hinaan. Tetapi disitulah "hebat" nya orang Batak, walau sejak dahulu telah dilecehkan dengan bermacam-macam kata hinaan, tetapi mereka dapat bangkit dari ketertinggalannya, maju sejajar dengan suku-suku besar di Indonesia, dan menjadi salah satu dari 5 suku-bangsa termaju di Indonesia, yaitu suku Jawa, Sunda, Batak, Bugis dan Bali. Serta menjadi salah satu dari 10 suku-bangsa dari Indonesia yang populer di dunia, yaitu suku Dayak, Batak, Toraja, Bali, Jawa, Sunda, Bugis, Ambon, Papua dan Melayu.
Rumpun Batak, atau sekelompok komunitas masyarakat adat yang sejak dahulu disebut sebagai orang-orang Batak, terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:
di Wilayah provinsi Aceh
- Alas
- Gayo
- Singkil
- Kluet
- Tamiang
- Boang
- Pakpak
- Dairi
- Karo
- Toba
- Simalungun
- Angkola
- Mandailing
- Padang Lawas
- Nias
- Mentawai
- Enggano
- Haloban
- Lekon
- Sigulai
- Devayan
- Rao
- Rokan
Kelompok masyarakat adat di atas, walau dahulu sejak awal abad 1 hingga pertengahan abad 20, masih disebut sebagai orang-orang Batak, oleh pendatang dari China, India dan termasuk Belanda, Tetapi saat ini, masyarakat adat atau biasa disebut sebagai suku-suku Batak di atas, yang telah memeluk agama Islam, sebagian besar telah melepaskan identitas Batak mereka, dan lebih suka menyebut identitas suku mereka saja, seperti suku Alas, Gayo, Singkil, Kluet dan Mandailing. Selain itu kelompok suku-suku Batak yang beragama Kristen juga akhir-akhir ini sebagian turut melepaskan identitas batak nya, seperti suku Pakpak, Dairi, Karo dan Simalungun, Mereka lebih suka menampilkan nama suku mereka sendiri, tanpa ada embel-embel batak di depan nama suku mereka.
Sedangkan suku Nias, Mentawai dan Enggano, yang pernah disebut sebagai Batak Laut, termasuk suku-suku di pulau Simalur (Devayan, Sigulai, Lekon dan Haloban), memang secara budaya berbeda dengan suku-suku Batak Daratan.
Praktis saat ini tinggal suku Toba, Samosir, Humbang, Silindung dan Angkola saja yang tetap bangga dengan nama batak di depan nama suku mereka.
Apabila diperhatikan selama ini, mengenai istilah batak, apabila ada seseorang menyebut kata "batak", biasanya pikiran orang tertuju kepada salah satu suku Batak yang disebut suku Batak Toba. Sehingga bisa dibayangkan apabila ada seorang dari suku Batak Karo atau suku Batak Pakpak, bila bertemu dengan orang Jawa, dan mengaku sebagai Batak, maka si orang Jawa otomatis mengucapkan kata "Horas". Berarti menurut si orang Jawa, orang Batak itu semuanya memakai istilah "Horas". Si orang Jawa tidak tahu bahwa istilah "Horas" berasal dari daerah Toba seperti Toba, Humbang, Samosir, Silindung, Angkola dan Mandailing. Sedangkan bagi orang Karo istilah "Horas" adalah "Mejuahjuah", dan bagi orang Pakpak istilah "Horas" adalah "Njuahjuah". Tentu terasa aneh menurut si orang Karo dan si orang Pakpak, karena si orang Jawa menyebut "Horas" kepada orang Karo dan Pakpak ?
Mengapa istilah "Horas", lebih dahulu dikenal orang di seluruh Indonesia dibanding istilah "Mejuahjuah" atau "Njuahjuah" atau "Yaahowu" dari Nias.
Tentunya hal ini disebabkan karena memang sejak dahulu orang Batak dari daerah Toba, Humbang, Silindung, Samosir, Angkola dan Mandailing telah merantau sejak berpuluh-puluh tahun bahkan sejak beberapa abad yang lalu, menyebar ke seluruh penjuru Indonesia ini. Sehingga mereka yang selama ini mengaku Batak di perantauan, selalu memperkenalkan istilah "Horas" nya. Inilah mengapa istilah "Horas", lebih populer meng-Indonesia, bahkan lebih mendunia dibanding istilah "Mejuahjuah" nya orang Karo, "Njuahjuah" nya orang Pakpak dan "Yaahowu" nya orang Nias dan lain-lain.
Tetapi tidak selamanya begitu, karena berkat kemajuan teknologi dan bertebarnya TV swasta di Indonesia ini, maka sebutan-sebutan Horas-nya orang Karo, Pakpak, Simalungun dan Nias akan turut dikenal juga seiring dengan waktu. Dengan begitu nama etnis-etnis batak lainnya akan lebih dikenal dunia, bahwa kenyataannya orang Batak itu bukan hanya orang dari daerah Toba dan Angkola serta Mandailing.
diolah dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment