Suku Pegagan, merupakan suatu kelompok masyarakat yang dikategorikan sebagai salah satu suak
(puak/sub-suku) dari suku Pakpak, yang bermukim di kabupaten Dairi, yang meliputi daerah Balna Sibabeng-kabeng, Lae Rias, Lae
Pondom, dan juga tersebar sampai daerah Sumbul, Juma Rambah, Kuta Manik, Kuta Usang
dan sekitarnya.
Dalam masyarakat suku Pegagan terdapat
tiga 3 marga utama, yaitu (Raja) Matanari, (Raja) Manik dan (Raja) Lingga.
Ketiga marga ini adalah marga-marga yang terkenal di kalangan masyarakat
suku Pegagan ini. Ketiga marga ini adalah keturunan dari si Raja Api
atau disebut juga sebagai si Raja Gagan. Si Raja Api ini adalah salah
seorang dari 7 (Pitu) Guru Pakpak Sindalanen (yakni keturunan
Perbuahaji), yang sangat terkenal karena ilmu
kebatinannya (sangat disegani, ditakuti dan tempat belajar atau berguru
ilmu kebatinan). Legenda tentang si Raja Api ini sangat terkenal di
kalangan masyarakat Pakpak, bahkan hingga ke masyarakat Batak Karo dan
Gayo.
Pada masa dahulu suku
Pegagan yang berasal dari keturunan si Raja Api ini adalah masyarakat
yang hidup secara nomaden, hidup menjelajah hutan dataran tinggi Bukit
Barisan, mencari makanan yang tersedia di alam, memanen
hasil hutan dan berburu binatang, menangkap ikan dan tinggal
berpindah-pindah. Diduga pemukiman mereka pertama kali berada di sekitar
hutan Lae Rias dan Lae Pondom. Di tempat ini lah mereka mendirikan
pemukiman perkampungan pertama mereka.
Ada beberapa versi tentang asal usul suku Pegagan
- Salah satunya mengatakan bahwa mereka adalah para imigran dari India, yang masuk dari sekitar Barus, merasa tidak aman di Barus, mereka memilih untuk masuk lebih ke pedalaman, yang menjadi masyarakat nomaden. Diduga di wilayah yang mereka masuki ini telah ada penduduk yang juga bermukim di pedalaman. Dengan masyarakat inilah mereka terjadi pembauran kawin-campur, sehingga terbentuklah masyarakat yang menamakan dirinya sebagai suku Pegagan.
- Versi lain, mengatakan bahwa sejak awal mereka adalah satu kesatuan dalam suku Pakpak, beserta puak-puak Pakpak lainnya, tetapi karena pada masa dahulu daerah ini sering terjadi konflik di antara mereka sendiri, serta banyak mendapat tekanan dari kekuatan lain dari kerajaan-kerajaan dari wilayah lain yang ingin menginvasi daerah ini, maka terjadilah penyebaran-penyebaran ke daerah-daerah lain yang dianggap lebih aman. Dalam penyebaran-penyebaran inilah salah satu kelompok bergerak ke daerah Dairi sekarang, dan membentuk satu kelompok yang sedikit berbeda, dan menamakan diri mereka sebagai suku Pegagan.
- Versi lain, mengatakan suku Pegagan ini dahulunya adalah para prajurit dari pasukan Kerajaan Chola yang berasal India, yang sebelumnya menyerang dan menghancurkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan. Keturunan dari prajurit Kerajaan Chola ini banyak yang tinggal dan bermukim di wilayah Sumatra Selatan, dimana di sana mereka memakai identitas suku sebagai suku Pegagan. Dari Sumatra Selatan pasukan Kerajaan Chola ini bergerak ke arah dataran tinggi Bukit Barisan tepatnya di wilayah Pakpak dan Dairi sekarang. Di tempat ini banyak juga keturunan mereka yang tinggal menetap dan mendirikan perkampungan serta melakukan perkawinan campur dengan penduduk setempat, dari hasil keturunan ini mereka menyebut diri mereka sebagai suku Pegagan. Apakah ada hubungan suku Pegagan yang di Sumatra Selatan dengan suku Pegagan yang di kabupaten Dairi ini ? Kalau dilihat dari beberapa perbendaharaan kata, terdapat juga beberapa kata yang mirip antara bahasa kedua suku bernama sama ini. Mungkin saja ada hubungan kekerabatan antara kedua suku ini, tetapi karena karena sudah terpisah oleh jarak ratusan hari berjalan kaki, serta dalam jangka waktu ribuan tahun, tentu segala sesuatu akan menjadi berubah dan membuat mereka jadi berbeda.
Sesuai perkembangan zaman dan kebudayaan, keturunan
Pakpak Pegagan tersebut di atas mengalami perubahan dari budaya nomaden
menjadi petani berpindah..Karena mereka sering berpindah-pindah sambil
membuka lahan pertanian baru dan sekaligus mendirikan
pemukiman-pemukiman baru, maka keturunan mereka juga banyak tersebar di
beberapa daerah seperti di Balna Sikabeng-kabeng, Kuta Gugung, Kuta
Manik, Kuta Raja, Kuta Singa, Kuta Posong, Sumbul Pegagan, Batangari
(Batanghari), Juma Rambah, Simanduma, sampai daerah Tigalingga.
Masyarakat suku Pegagan ini secara mayoritas
adalah pemeluk agama Kristen (Katolik dan Protestan), sebagian kecil ada
juga yang memeluk agama Islam, selain itu sekelompok kecil masih
mempertahankan agama tradisional lama mereka yang mengandung unsur
animisme. Walaupun suku Pakpak Pegagan ini secara mayoritas telah
memeluk agama-agama besar seperti Kristen dan Islam, tetapi masih banyak
dari mereka yang masih mempraktekkan ilmu kebatinan, mistik dan praktek
perdukunan. Beberapa pelayanan rohani giat bekerja di tanah Pegagan
ini, yang dengan giat mengajak mereka untuk meninggalkan berbagai praktek
mistik dan perdukunan di wilayah tersebut.
Saat ini masyarakat suku Pegagan telah hidup
menetap, meninggalkan kebiasaan nomadennya, dan juga telah membuka
beberapa lahan pertanian menetap. Mayoritas masyarakat suku Pegagan
hidup berprofesi sebagi petani sawah dan ladang, dan juga bercocok tanam
berbagai tanaman, seperti sayur-sayuran serta beberapa tanaman keras
seperti jeruk dan kopi arabica, yang telah berkembang di daerah Pegagan.
Sedangkan yang lain memilih untuk memelihara hewan ternak, seperti
ayam, bebek dan sapi. Bahkan beberapa mendatangkan sapi bali, karena
menurut mereka sapi bali ini bisa menghasilkan daging lebih banyak dari
sapi biasa.
sumber:
sumber:
- protomalayans: suku pegagan
- sopopanisioan.blogspot.com
- rheein.wordpress.com
- kanpegagannai.blogspot.com

No comments:
Post a Comment