Sere Kalina Florencia Sitorus




Satu lagi boru batak asal Sumatra Utara hadir sebagai artis, model dan pembawa acara di dunia perartisan Indonesia. Saat ini dia menjsdi pasangan Daniel Mananta pada acara Indonesian Idol 2018.

Sere Kalina Florencia Sitorus (lahir 19 Maret 1994; umur 23 tahun) merupakan seorang model dan pembawa acara berkebangsaan Indonesia. Dia memulai karier sebagai finalis GADIS Sampul tahun 2008 serta Miss Indonesia 2015 mewakili Provinsi Sumatera Utara.

Sere Kalina Florencia Sitorus
Lahir19 Maret 1994 (umur 23)
Bendera Indonesia Indonesia
Pekerjaanpembawa acaramodel
Tahun aktif2008 - sekarang

Walaupun nggak membawa pulang gelar juara, wanita yang akrab disapa Sere ini masuk dalam 7 besar. Ia pun memenangkan Fast Track untuk Best Catwalk dan dinobatkan sebagai Miss Lifestyle dalam kompetisi tersebut.

Pembawa acaraSunting

  • Top Sports MNCTV
  • Dahsyat
  • Super Europhoria RCTI
Read More...

Gerhana Bulan dalam Pemahaman Orang Batak

Gerhana Bulan dalam Pemahaman Nenek Moyang Batak


Medanbisnisdaily.com - Medan. Pada masa lalu fenomena gerhana bulan sering dianggap sebagai peristiwa mistis. Begitupula dengan masyarakat Batak Toba. Ketika gerhana bulan, terutama gerhana bulan penuh, diyakini akan membawa sial.

Hal itu didasarkan pemahaman mereka bahwa ketika gerhana bulan, bulan sedang ditawan roh jahat sehingga bumi menjadi gelap.

Karenanya untuk mengusir roh jahat itu mereka akan memukul-mukul benda untuk menghasilkan bunyi-bunyian sambil berteriak bersama-sama. Bunyi-bunyian itu untuk mengusir roh jahat.

"itulah sebabnya kalau mau gerhana bulan orang-orang kumpul di halaman rumah mereka. Begitu bulan lenyap mereka langsung memukul-mukul benda apapun yang bisa mengeluarkan bunyi. Mungkin seperti mengusir burung di sawah," jelas budayawan Batak dari Komunitas Batak Sedunia, Soritua Naibaho kepada Medanbisnisdaily.com, Senin (29/1/2018).

Ada juga yang berpendapat saat itu bulan telah dimakan seekor naga jahat, karenanya ketika bulan menghilang orang-orang memukul-mukul tanah. Karena di tanah itulah naga itu berdiam, lanjutnya.

Sori melanjutkan, sekarang ini baru kita pahami bahwa gerhana bulan adalah salah satu fenomena alam dimana cahaya bulan tertutup oleh bumi sehingga untuk beberapa saat bumi menjadi gelap. Bulan seakan-akan hilang.

Seperti yang diinformasikan LAPAN pada 25 Januari 2018 lalu, gerhana bulan penuh(total) akan berlangsung pada Rabu 31 Januari 2018. Menurut LAPAN, gerhana kali ini akan sangat istimewa karena posisi bulan berada dalam konfigurasi supermoon dan bluemoon.

 
REPORTER
JONNES GULTOM
Read More...

Parmalim

Banyak hasil penelitian tentang Parmalim yang keliru. Salah satunya disebabkan karena si peneliti tidak bebas nilai.
(istimewa)
1 JAM YANG LALU  •  DILIHAT 166 KALI  • http://www.mdn.biz.id/o/16443/
Mengenal Parmalim: Asal-Muasal Manusia, Ibadah dan Paham Poligami

Medanbisnisdaily.com-Medan. Sejak tahun 90-an, banyak peneliti, akademisi, jurnalis maupun penulis, yang tertarik mengulas Parmalim dan ajaran agama mereka, Ugamo Malim. Sayangnya, tidak sedikit di antaranya yang keliru. Hal itu disebabkan beberapa hal, antara lain, saat meneliti, peneliti menggunakan perspektif (agama) tertentu. Referensi yang tidak valid serta melakukan koneksi sejarah yang tidak tepat waktu dan penamaan.

Hal itu dijelaskan salah seorang pimpinan (ihutan) Parmalim Hutatinggi, Laguboti, Balige, Monang Naipospos dalam sebuah diskusi Parmalim di salah grup media sosial, Kamis (7/12/2017).

Monang Naipospos yang juga dikenal sebagai budayawan Batak Toba ini mengklarifikasi sejumlah pendapat keliru tentang Parmalim, yang berkembang selama ini.

Medanbisnisdaily.com yang ikut dalam diskusi itu, menguraikan beberapa point yang diklarifikasi sekaligus dijelaskan Monang Naipospos dalam diskusi itu.

“Perlu saya jelaskan bahwa sebutan "Parmalim" populer sejak awal tahun 1920. Semula penganut kepercayaan leluhur ini (yang tidak mau terpengaruh Kristen dan Islam) ada beragam penyebutan, seperti "parsitengka, parugamo, parpasti, parhudamdam, siinum uras. Namun yang terlembaga dengan baik adalah kelompok yang dipimpin Raja Mulia Naipospos yang disebut orang ‘parugamo’, “jelasnya.

Seiring dengan waktu, lembaga itu kemudian disebut dengan Ugamo Malim. Dasar anutannya adalah para "Malim" (orang alim, suci). Sesuai dengan kosa kata bahasa Batak; orang yang melakukan sesuatu diimbuh dengan "par" seperti par-onan, par-horbo, maka par-Ugamo Malim. "Par Ugamo Malim" kemudian disebut Parmalim itu pada tahun 1921.

Monang juga menampik adanya asumsi yang menyebut ibadah Parmalim yang biasa dilakukan pada hari Sabtu, meniru konsep Hari Sabat dalam Perjanjian Lama (Kristen). Dijelaskannya, Parmalim pimpinan Raja Mulia Naispospos, di awal-awal melakukan ibadah mingguan itu pada hari ke-2 Samisara dalam kalender Batak. Karena itu pula selama beberapa tahun sempat juga kelompok ini disebut parsamisara.

Kemudian para tokoh mengadopsi kalender latin karena sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka melakukan analisa, karena Samisara itu kadang bertepatan hari Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu serta hari-hari lain. Karena pertemuan itu sering terjadi pada Sabtu, maka ditetapkanlah kegiatan mingguan ini pada hari Sabtu. Namun untuk hari besar ibadah lainnya masih tetap mengacu pada kalender Batak.

Sementara kelompok lain yang menamakan dirinya juga sebagai Parmalim seperti yang ada di Habinsaran justru menetapkan ibadah mingguan pada hari Rabu. Mereka sempat disebut “Pararipasti”. Selain itu Parmalim yang ada di Meranti justru tidak memiliki ibadah mingguan.

Monang juga mengklarifikasi pendapat yang menyebut Tumbaga Holing sebagai Kitab Parmalim. Begitu juga dengan konsep penciptaan manusia pertama, Adam dan Hawa.

Dijelaskannya, Parmalim tidak memiliki kitab Tumbaga Holing, tidak mengenal Adam dan Hawa sebagai manusia pertama. Manusia pertama yang mereka yakini adalah Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia, sesuai dengan pemahaman orang Batak di masa lalu.

Begitu juga dengan larangan makan babi dan darah, sebagaimana yang diikuti umat Al Masih Timur berdasarkan Alkitab (Perjanjian Lama) dan juga Islam. Pantangan mengkonsumi babi dan darah dalam ajaran Ugamo Malim, dijelaskan Monang mengacu pada keyakinan masyarakat Batak di masa lalu.

“Dahulu orang Batak memahami “Hamalimon” (kealiman, kesucian) mengacu kepada “Haiason” bersih jasmani dan rohani. Kemudian berkembang menjadi “Parsolamon”. Yakni kemampuan membatasi diri dari hal-hal yang mengotori jasmani dan rohani. Banyak hal yang menjadi bagian parsolamon itu, salah satunya tidak mengkonsumsi babi dan darah,” ujarnya.

Terkait dengan penggunaaan sorban putih, Monang menjelaskan bahwa ikat kepala lazim digunakan orang Batak di masa lalu. Yang memiliki makna harajaon adalah yang berwarna hitam. Sedang makna kekuatan adalah merah. Warna putih melambangkan kesucian. Bila ketiganya digabung disbut tigabolit. Parmalim sendiri bisa menggunakan ketiga warna itu dan tak harus putih. Namun Pimpinan Parmalim yang merupakan keturunan Raja Mulia biasa menggunakan ikat kepala berwarna hitam dengan rumbai warna merah yang disebut “Tumtuman”.

Monang Naipospos juga mengklarifikasi asumsi yang menyebutkan Parmalim lekat dengan paham monogami sebagaimana yang diajarkan dalam Kristen. Dijelaskannya Parmalim tidak memiliki paham monogami. Tetapi dalam praktik kehidupan berkeluarga, sebagaiman orang Batak, tidak mudah bagi Parmalim melakukan poligami.


sumber:

http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/online/read/2017/12/08/16443/mengenal_parmalim_asal_muasal_manusia_ibadah_dan_paham_poligami/#.Wios_v1Re6U.facebook

Read More...

Wisata Tersembunyi, Air Terjun Saili, Air Terjun 7 tingkat

Para wisatawan sedang menikmato suasana di Air Terjun Saili
Berbicara tempat objek wisata di Tapanuli, Sumatera Utara, memang tiada habisnya, khususnya Tapanuli Tengah. Dari 20 Kecamatan yang ada di daerah ini, rata rata memiliki tempat wisata. Baik wisata pantai dan air terjun.
 
Misalnya saja, di Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, yang memiliki objek wisata air terjun bertingkat 7 ( tujuh). Warga setempat, menyebutnya Air Terjun Saili. Lokasinya memang tidak mudah untuk dijangkau, karena hampir memakan waktu lebih kurang 2 jam dengan berjalan kaki dengan menyusuri hutan yang terjal dan menurun, serta berliku liku. Itupun sesekali harus beristirahat diantara lebatnya hutan untuk mengembalikan stamina melanjutkan perjalanan menuju air terjun bertingkat 7 ini.

Takkala, melihat para wisatawan yang berkunjung mengalami rasa lelah yang berlebihan, tidak sedikit mereka menyerah untuk kembali ke titik awal dan tidak sedikit pula wisatawan yang tersesat di karenakan alur jalan yang belum jelas.
Akan tetapi rasa lelah dan letih yang di alami para wisatawan akan terbayar lunas akan keindahan air terjun saili (7 tingkat) tersebut. Tidak terduga hasil yang di harapkan sangat memuaskan, lelah dan letih saat perjalanan  2 jam seakan hilang begitu saja saat melihat betapa indah nya air terjun ciptaan Tuhan ini.
 
Tidak hanya menikmati keindahan dan kesejukan air terjun tersebut dengan mata saja, para wisatawan juga menikmatinya dengan seluruh badannya dengan merasakan air yang mengalir deras dari tingkatan pertama hingga ketujuh dari air terjun tersebut. Bahkan wisatawan menaiki tingkat demi tingkat air terjun ini dengan rasa penasaran untuk memastikan kebenaran jumlah tingkatan dari air terjun saili (7 tingkat).
 
Akses menuju lokasi objek wisata ini serta penataan air terjun Saili, mestinya mendapat perhatian dari pemerintah setempat, untuk menambah daya tarik wisatawan berkunjung ke Negeri Wisata Sejuta Pesona, Tapteng.


source:  http://www.smartnewstapanuli.com/berita-wisata-tersembunyi-air-terjun-saili--7-tingkat--tapanuli-tengah.html
Read More...

suku Bonai

ritual adat suku Bonai
Suku Bonai, adalah satu suku yang masih mempertahankan hidup terasing di pedalaman provinsi Riau. Suku Bonai bermukim di kabupaten Rokan Hulu di pesisir sungai Rokan Kiri, sebagian kecil terdapat juga di sekitar sungai Rokan Kanan.

Konon nama Bonai berasal dari kata Manai dari bahasa Bonai, yang Manai yang kalau diartikan kira-kira berarti "pemalas". Tidak diketahui apakah arti ini ada hubungannya dengan identitas Bonai ini. Sedangkan pendapat lain mengatakan istilah Bonai karena di wilayah pemukiman suku Bonai ini pada masa lalu banyak ditumbuhi pohon Bonai (sejenis pohon ukuran menengah (tidak lebih dari 4 meter), berdaun kecil-kecil, buah bulat-bulat berwarna kemerahan, berwarna hitam bila masak, rasanya agak asam. Buah bonai ini merupakan bahan baku masakan ikan, dimasak dengan air secukupnya dan dijadikan kuah ikan, dengan rasa kuah asam.

Urang Bonai (orang Bonai) di Rokan Kiri sangat memegang tradisi yang datang dari daerah Bonai “kampong nonom” (kampung yang enam).

ritual pengobatan suku Bonai
Asal usul suku Bonai sendiri tidak diketahui secara pasti, karena yang tertinggal hanya beberapa cerita rakyat di kalangan mereka sendiri.
Konon pada masa lalu ada dua orang Sultan bernama Sutan Harimau dan Jangguik yang berasal dari Tapanuli Selatan dikarenakan pemanggilan Sultan diubah menjadi Sutan, Pada saat Sutan Harimau menjumpai kampung-kampung yang enam tersebut dihantarkanlah satu orang setiap kampung yang sudah dihuni sebelumnya oleh orang Sakai. Kampung enam tersebut adalah 1. Bonai atau disebut juga Kampung Nogori, 2. Sontang, 3. Torusan Puyuh, 4. Titian Gadiang, 5. Toluk Sono (Kasang Mungkai), 6. Sungai Murai (Muaro Dilam) (sekarang termasuk ke dalam kecamatan Bonai Darussalam). 

Lalu ke 6 kampung ini pun berkembang setelah kehadiran Sutan Harimau. Keturunan kampung nonom tersebut ada yang merantau hingga ke kalimantan dan diperkirakan ke Brunai Darussalam sekarang, menurut cerita turun temurun nama Brunai darussalam berasal dari Bonai Darussalam berdasarkan daerah asal orang Bonai.

Suku Bonai yang dibawa oleh Sultan Harimau dan Janggui tadinya diperkirakan telah beragama Islam, namun dari beberapa penutur diperkuat dari cerita yang disampaikan T. Khairulzaman, nenek moyang mereka ini adalah dari suku Sakai-Bonai yang menempati daerah sekitar pedalaman Tanjung Pauh, dan antara Toluk Sono dan Sontang, mereka ini tidak mau memeluk Islam. Pertama mereka masuk melalui daerah Deo Limbuk, sebelumnya mereka memasuki daerah ini sesuai cerita asal usul nama Ulak Patian. Daerah Deo Limbuk terletak 3 km dari Ulak Patian sekarang, merupakan daerah dataran tinggi namun bisa terendam banjir pada saat air dalam.

Urang Bonai (orang Bonai) di Ulak Patian
Asal-Usul suku Bonai di Ulak Patian berasal dari kampong nonom di Rokan Kiri kecamatan Bonai Darussalam. Masyarakat suku Bonai di sana mengatakan, bahwa mereka berasal dari Bonai Onom Batin dari kampung Titian Gadiang, sei. Murai dan Rao-rao (kampung letaknya kualo sako) datang secara berkelompok sekitar tahun 1935 dengan mendaulatkan seorang Bogodang bernama Mudo Kacak, mereka ini adalah suku Bonai yang belum beragama Islam.

Suku Bonai berada dalam budaya dan tradisi Islam suku Melayu, yang akhirnya membawa mereka memeluk agama Islam. Sehingga saat ini hampir secara mayoritas masyarakat suku Bonai telah memeluk agama Islam. Walaupun begitu beberapa tradisi adat lama mereka, masih tetap dipertahankan.
Beberapa tradisi dan budaya suku Bonai, adalah :
  • Tari Buong Kwayang, tari pengobatan tradisional yang dikemas dalam tari tradisional, tari ini telah menyerap syair bernuansa Islam (syair pembuka; salamualaikum sibolah kanansalamualaikum sibolah kiri)
  • Cegak, (awang-awang, selesai, baju), semacam tarian dalam acara perhelatan perkawinan dan hari besar lainnya, di mana beberapa orang membaluti tubuhnya dengan latah (sampah daun) daun pisang kering, lalu menari-nari yang diiringi oleh musik Gondang Borogong.
  • Tahan Kuli, sejenis acara adat (mirip debus) yaitu melukai diri tanpa bekas
  • Lukah Gilo, lukah yang menggila yang dipegang oleh beberapa orang.
  • Tahan Kulik, adalah penyaluran kebatinan bodeo dalam tradisi Islam (Silek Bangkik, Silek 21 hari dan Jonkobet).
  • Koba,

Makanan khas Urang Bonai Ulak Patian, adalah:
  • Anyang Kalu, ikan kalu yang di iris-iris tubuhnya dan dicelupkan sesaat dalam air yang mendidih, lalu di peraskan kulit kayu bintungan yang sudah ditokok (rasanya kolek), lalu digiling spodeh, cabe, dan disiram dengan asam limau, boleh dioleskan ke ikan dan boleh tidak.
Makanan ini adalah khas Ulak Patian, dahulu dijadikan hidangan penyambut tamu terhormat.

Setelah masuknya agama Islam ke dalam masyarakat suku Bonai, maka sebagian dari mereka pecah masuk menjadi beberapa suku atau menjadi marga yang diakui oleh kerapatan adat Luhak kepenuhan, yaitu
  • Suku Molayu Panjang,
  • Suku Molayu Bosa,
  • Suku Kandangkopuh,
  • Suku Bono Ampu,
  • Suku Kuti,
  • Suku Moniliang
Adat Perkawinan umumnya seperti yang dilakukan oleh adat-istiadat Luhak Kepenuhan, sedikit-sedikit membawa cara Bodeo, hanya sebagai tambahan dan pelengkap perayaan perkawinan. 

acara tari Kwayang suku Bonai
Masyarakat suku Bonai berbicara dalam bahasa Bonai, yang menurut para ahli bahasa dikelompokkan ke dalam Rumpun Bahasa Melayu. Bahasa Bonai sekilas mirip dengan bahasa Melayu, tetapi beberapa perbendaharaan kata juga mirip dengan bahasa Batak Mandailing dan bahasa Minangkabau.

Saat ini kehidupan masyarakat suku Bonai sebenarnya telah banyak mengalami kemajuan dalam berbagai sektor, seperti pendidikan dan kesehatan, tetapi di beberapa desa masih dalam kondisi kurang layak. Kehidupan sehari-hari masyarakat suku Bonai, sebagian mencoba berprofesi sebagai petani di ladang, dan bercocok-tanam sayur-sayuran serta buah-buahan. Beberapa hewan ternak juga menjadi pilihan mereka untuk menambah penghasilan mereka.

sumber:
  • onlineallarticles.blogspot.com
  • rokan.org
  • wikipedia
  • dan sumber lain
foto:
  • flickr.com
  • sagangonline.com
  • rokan.org
Read More...