Bukan Batak Katanya !


Disadur dan diedit dari planetberita7.blogspot.com

Batak tapi bukan Batak Toba

Di beberapa media berita dan situs-situs tersedia di internet, akhir-akhir ini terjadi perdebatan dan polemik yang lucu. Melibatkan beberapa etnis yang selama ini dikelompokkan ke dalam kelompok Batak.
Beberapa kelompok etnis tersebut adalah suku Batak Karo, Batak Pakpak dan terakhir Batak Simalungun yang menyatakan berbeda dengan Batak. Sedangkan sebagian dari masyarakat suku Batak Mandailing duluan menyangkal disebut Batak.

Jadi, yang dimaksud dengan Batak itu siapa ? atau etnis mana ? atau seperti yang menurut anggapan bahwa yang disebut Batak itu adalah dari etnis Toba ? Padahal istilah "batta atau batak" sendiri telah ada sejak abad 1 ketika Pliny mendatangi pulau Andalas (Sumatra) untuk menyebut orang-orang yang hidup di pedalaman pulau Sumatra.

Selama ini memang tren nama Batak lebih sering diakui dari kalangan etnis Toba, Humbang, Silindung, Samosir dan Angkola. Apakah ini ada kaitannya dengan unsur "agama" yang selama ini orang Batak "mungkin" identik dengan Kristen. Sedangkan orang-orang Batak yang Muslim cenderung menolak disebut sebagai Batak bahkan malah menyebut diri mereka sebagai "Melayu", o mak! kacauwawau ni .. he he he.
Atau apakah Batak itu identik dengan orang Toba? atau karena istilah "Horas" lebih dikenal berasal dari Batak Toba? yang padahal etnis Batak lain juga memiliki istilah "horas" nya sendiri seperti "Mejuahjuah" dari Karo, "Njuahjuah" dari Pakpak dan "Jaahowu" dari Nias. Istilah "Horas" sendiri dimiliki oleh beberapa etnis Batak seperti Toba, Simalungun, Humbang, Silindung, Samosir, Angkola dan Mandailing.
Atau ada penyebab lain, yang membuat mereka menyatakan diri bukan Batak ?

Dari beberapa pendapat, mengatakan bahwa timbulnya gerakan "pernyataan bukan batak" tersebut diakibatkan karena selama ini etnis-etnis batak lain, sepertinya berada di bawah bayang-bayang suku Mandailing dan Toba, yang lebih dahulu malang melintang sejak zaman penjajahan yang memang sejak awal sudah mengaku "batak" di perantauan dengan membawa "horas" nya. Oleh karena itu etnis-etnis batak lain, tentunya ingin menunjukkan bahwa mereka pun ada, bukan hanya Toba dan Mandailing. Bukan hanya "horas", tapi ada "mejuahjuah", "njuahjuah" dan ada juga Ya'ahowu.
Ada pendapat lain, bahwa etnis-etnis batak di luar Toba tersebut memiliki cerita asal-usul sendiri yang berbeda dengan sejarah asal usul Pusuk Buhit yang merupakan cerita asal-usul orang Toba.

Satu hal yang menarik, dari tetangga provinsi Sumatra Utara, tepatnya di provinsi Nanggroe Aceh, seperti suku Alas dan suku Gayo bahkan Kluet, sebagian dari masyarakat mereka justru menyatakan bahwa mereka masih berkerabat dengan orang-orang Batak dari Sumatra Utara, walaupun secara budaya bisa dikatakan agak berbeda dengan budaya orang-orang Batak di Sumatra Utara, tapi secara sejarah asal-usul memiliki kekerabatan dengan orang-orang Batak di Sumatra Utara. Bahkan orang Nias yang punya tradisi dan sejarah berbeda dengan orang batak daratan, kadang-kadang pun mengaku sebagai orang batak di perantauan. Begitu juga, konon orang Lubu yang punya asal-usul berbeda dengan orang Batak pun, kalau di perantauan kadang mengaku sebagai orang Batak Mandailing, walau marganya mungkin saja dikarang-karang .. he he..
Dari isu-isu yang pernah beredar, orang Gayo dan Alas yang bermukim di provinsi Nanggroe Aceh, lebih suka bergabung dengan provinsi Sumatra Utara (maaf, cuma issue).

Jadi membuat kesimpulan bahwa suku Karo, Pakpak, Simalungun dan Mandailing bukan Batak, tentunya tidak gampang. Mungkin sah-sah saja tidak mengaku batak, tapi lebih tepat kalau disebut Rumpun Batak atau Batak Serumpun. Karena dilihat dari segala sesuatu yang paling mendasar adalah dari identiknya bahasa-bahasa yang digunakan, serta adat-istiadat yang memiliki banyak kemiripan. Dari marga (klan, belah), adat perkawinan, struktur dasar adat yang sama, aturan-aturan, karakter, struktur fisik, kepercayaan tradisional animismenya juga sama, bahkan dilihat dari gen pun pasti memiliki kesamaan yang kuat.

Soal mengaku atau tidak mengaku memang adalah hak dari setiap orang, kelompok, kaum, suku dan bangsa. Mau bilang batak atau bilang bukan batak juga tidak ada yang melarang. Kalo kata orang Medan "sukak-sukak koulah, mo cakap apa!"

Soal tidak mengaku "batak" ini tidak mungkin ada dalam pikiran semua orang Karo, atau Pakpak, atau Simalungun ataupun Mandailing misalnya. Karena kenyataan yang terjadi saat ini pada dasarnya sebagian besar orang Karo, Pakpak, Simalungun dan Mandailing tetap mengaku sebagai orang "Batak".
Semua perdebatan ini hanyalah berawal dari segelintir orang (yang pande ngompor), atau penulis yang punya trek pikiran "berbeda" atau ingin disebut "berbeda" atau jangan-jangan mengidap paranoid dia itu. Selain itu hal ini bisa juga sengaja dimunculkan oleh kelompok etnis di luar rumpun batak, yang menulis di forum, media, bahkan di situs-situs tersedia di Internet, dengan berusaha membelokkan opini orang agar mengikuti apa yang terpikirkan oleh si penulis "berbeda" itu.

Apabila hal ini terjadi, maka semakin melemahkan persatuan rumpun batak yang selama ini sangat kuat dalam persatuan sejak dari masa kuno hingga beberapa tahun terakhir ini, harus terpecah belah akibat provokasi atau politik dari segelintir orang.
Seharusnya orang-orang Batak belajar dari orang Dayak yang punya lebih dari 500 suku yang tersebar di berbagai provinsi di Kalimantan bahkan sampai ke Malaysia dan Filipina, walaupun berbeda-beda agama, Kristen, Islam, Kaharingan dan animisme, bahasa yang berbeda-beda, serta mitos asal usul yang juga berbeda-beda. Tapi tetap bangga menyebut diri mereka sebagai Dayak. Salut!

Jadi Karo bukan Batak, Pakpak bukan Batak, Simalungun bukan Batak, Mandailing bukan Batak, yang pastinya itu berasal dari "politik pecah belah" dari etnis di luar rumpun Batak yang lihai memainkan kata-kata cantik indah menawan dan rupawan untuk memecah belah orang Batak Serumpun.
Seandainya pula suatu saat nanti orang Toba, Humbang, Silindung, Samosir dan Angkola ikut-ikutan mendadak tidak mengaku Batak juga, cemana pulak jadinya? siapa pulak itu orang Batak? he he he ... alamak jang kacau kali laa ... oii!

Kata kawan saya (mantan reman di simpang kuala, padang bulan Medan katanya .. hehe, sekarang penjual BPK) "sapa pulak cakap macam itu! tak osah lah kam bepikir aneh-aneh camgitu, stedi nya kita smua kalak batak ini!".

Apabila perpecahan ini terjadi, maka yang bukan ras batak lah yang akan merajai. Dan orang-orang Batak? jadi penonton lah kau nak! ... ckr?

Share/Bookmark

32 comments:

  1. benar...sekarang orang yang bermarga di sumatera utara sudah keok......orang jawa pemimpinnya.....karena sudah terbelah.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya bang, rupanya politik pecah belah itu meresap di kalangan orang-orang Batak ya, tebelah-belah la barang tu ya ..

      Sebenarnya tak pala apa2 nya orang Jawa yang pimpin, tapi kata kawan2 awak di Medan, baek nya kalau sumatra utara itu dipimpin sama orang-orang batak, iya nya bang ! entah itu Karo, Toba, Mandailing, Simalungun, Mandailing dan lain-lain ya, serumpun lah yaa ... (maaf. bukan anti ras sama orang di luar "batak" ), atow paling tidak Melayu lah .. hehe

      salam ...

      Delete
    2. Di negara kita khususnya di Sumatera Utara RASIS itu ada dan terselubung. Ini fakta yang nyata

      Delete
    3. ah ngeri kali lah bang, berkembang pulak RASIS di medan ? brarti tak kompak lagi kedan2 kita di sana tu ya ..

      Delete
  2. Bagus juga dibahas kenapa orang Batak (Toba) mengenalkan diri ke masyarakat luas sebagai "Batak" (misalnya melalui HKBP,bahasa, ulos dll) tapi ke etnis2 yng mereka sebut subetnis (spt Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing dll) mereka menyebut diri sbg "Batak Toba" ??? Bukankah itu upaya taktik mendominasi dgn cara bermuka dua ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Suku Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing dll, bukanlah sub etnis bang, apalagi tentunya bukan sub etnisnya Batak Toba, beda itu bang.
      Toba itu Batak, tapi Batak itu bukan Toba.

      Mereka adalah suku-suku tersendiri yang berdiri sendiri, memiliki adat istiadat, tradisi budaya, bahasa sendiri bahkan sejarah sendiri. Mereka semua masih saudara serumpun, yang disebut sebagai Rumpun Batak.

      Kita jangan berfikiran negatif dulu, dengan mengatakan ini adalah "taktik mendominasi". Yang pasti mereka semua adalah "keluarga" atau "saudara" serumpun sejak awal hadirnya orang-orang Protomalayan yang hidup di Tanah Sumatra ini.

      Delete
    2. Kalo gitu coba aja HKBP itu diganti HKBTP atau HKTP, kalo emang Batak itu rumpun (bukan etnis/suku). Trus bahasa yang dipake di HKBP itu bhs Toba ya ? Bukan bhs Batak ?

      Delete
    3. mungkin boleh/sebaiknya seperti itu bang anonim,
      tapi proses ganti mengganti nama HKBP pastinya tidak mudah. tentunya banyak proses yang harus dilakukan.
      Bahasa Toba itu juga salah satu dari sekian banyak bahasa Batak.

      Delete
  3. Biarkan saja lah itu. Gak penting kali nya. Mau mereka bilang tidak serumpun dengan Batak. Gak usah di pikirkan. Hanya karena suku, biarkan mereka buat sejarah nya sendiri menurut fikiran mereka sendiri

    ReplyDelete
  4. Bagi mereka yang mengaku tidak sama dengan suku Batak, paling - paling karena agama yang berbeda. Tarombo/ silsilah Batak harus tetap di junjung tinggi. Dalihan Natolu adalah perekat marga - marga di adat suku Batak. Jadi kalau mereka tidak mengakui Dalihan Natolu biarin aja. Emang gue pikirin mereka? Bagi yang tetap mengakui Dalihan Natolu perekat di suku Batak adalah warisan nenek moyang Suku Batak yang harus tetap kita lestarikan sebagi generasi Bangsa Batak. Horas...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya betul tu bang anonim,
      hak mereka itu mau ngaku ato nggak, tapi kalo gara2 beda agama, kerdil kali lah pikiran orang tu ya... hehe
      ok bang .. biarkan ajalah

      Delete
    2. Seperti yang kam bilang, "Tarombo/ silsilah Batak harus tetap di junjung tinggi..", itulah salah satu perdebatan kenapa banyak orang Karo tidak menganggap Karo bagian Batak. Tarombo Batak yang dikenal sendiri berasal dari Toba dan isinya seolah-olah "mengklaim sepihak" dan mengindikasikan bahwa suku-suku lainnya merupakan "anak" dari suku Toba.

      Kalo menurut saya pribadi, itulah kenapa banyak orang Karo menolak dirinya Batak (karna saya orang Karo maka saya berani berkata demikian). Karena jati diri Batak sendiri mulai banyak dipertanyakan. Bahkan belakangan ada indikasi bahwa M.W.Hutagalung, sang penulis Taromba si Raja Batak, menulis bukunya dengan campur tangan pihak Kolonial.

      Sebenarnya ini bahasan ilmiah dan menarik untuk dibahas. Sayang banyak orang yang langsung mengindikasikannya ke perpecahan. Padahal mau batak atau tidak bukan berarti tali persaudaraan itu hilang. Contohnya saja marga Trigan di suku Alas(Aceh) akan dirasa janggal bila menikah dengan marga Tarigan di suku Karo, Pinim dengan Pinem, dan banyak hubungan kekerabatan lain. Padahal Alas, Gayo, Singkil tidak (lagi) dimasukan dalam rumpun batak.

      Fyi, pernah diadakan tes DNA untuk mencari kekerabatan antar Suku dan didapat hasil DNA Karo jauh lebih dekat ke DNA Gayo daripada DNA Toba.

      Mejuahjuah.. Horas.. Salam Sejahtera

      Delete
  5. Persoalannya ada yang terlalu semangat mengaku Batak sampai mengubur nama sukunya sendiri.... ada yang malu mengaku Batak karena tak nyaman... karena tingkah laku yang terlalu semangat mengaku batak.... ada cerita lucu diwarung kopi dua orang batak saling berkenalan..... Si Simbolon (SS) dengan Si Ginting(SG) begini dialognya :
    SS Mulai pembicaraan "Kenalan dulu lae dari daerah mana kita" sambil menjulurkan tangannnya bersalaman dengan SG
    SG Menyambut jabatan tangan SS "dari karo, asal kam dari mana ...." dengan suara halus khas karonya....
    SS Menjawab dengan lantangnya "dari batak... lae.. hahaha..." dengan gaya has Tobanya.
    SG Memandang SS dengan marah "apa maksudmu dari batak.... aku bilang aku dari Karo.. kau bilang pulak kau dari batak.. dimana batak itu rupanya..? apa margamu... aku Ginting"
    SS Memandang SG dengan heran "bah... Ginting rupanya kau.. aku Simbolon Semarganya kita rupanya..., kenapa pulak kau marah aku bilang dari batak.."
    SG "itu lah kau.. sudah kubilang aku karo masih juga kau bilang kau batak.. malu kau rupanya jadi orang toba.. lain kali kalau kenalan jangan kau bilang aku orang batak dimedan ini... bilang toba... kalau kau bilang batak itu tak jelas jadinya... tak peraktis... kenapa tak kau bilang saja sekalian kau orang Indonesia biar semakin membingungkan.. kalau diluar sumut ini bisalah kau bilang orang batak... kalau cara kau begitu sebentar lagi suku toba punah....."
    SS " bah.. mana pulak suku toba punah..."
    SG " punah lah... sekarang saja sudah punah... kau aja malu mengaku orang toba... coba kau pergi kepasar sana tanyai suku orang.. dengan mudah kau bisa ketemu Suku simalungun, pak-pak, Mandailing, padang, jawa, keling , cina, aceh,.. tapi kau tidak akan pernak ketemu orang mengaku suku toba... karena kalian orang toba pasti menjawa suku batak... ia kan... coba kau tunjukkan dimana ada gereja Toba.., kalau kau mau Geraja Karo, simalungun dll banya dimedan ini....
    SS "bah.... abang bisa-bisa saja..."
    SG "makanya jangan terlalu semangat mengaku batak.... lupa kau kalau kau suku toba....SM Raja saja tak pernah mengaku Raja Batak, raja Toba nya ditulisnya dibenderanya..."
    dialog SS dan SG terus berlanjut...He..he..he...
    (laki fahri)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehee .. jadi senyum2 awak bacanya bang Anonim ...
      kenak di awak kali lah cerita di atas ini,

      betul bang, itu pulak "mungkin" salahnya orang "toba" ini ya.
      Istilah "batak" itu terlalu luas artinya, karena mencakup seluruh etnis yang dibilang batak ... memang lebih cocok kalo orang toba menyatakan diri sebagai orang "toba", karena kalo ngaku "batak" seakan-akan batak itu cuman "toba" saja.
      Kesimpulannya, toba itu batak, tapi batak bukan cuma toba, gitu kan bang ?
      Jadi, selama ini orang toba seperti menyembunyikan nama "toba" nya, karena terlalu semangat mengaku batak.
      Ah .. kalo gitu sebaiknya awak besok ngaku orang Toba aja lah ya sama orang-orang ...

      hehe ... mantap ..
      trims bang, untuk masukannya, cantek kali ni ceritanya...

      Delete
    2. Cerita di atas mantab kali komburnya.. pas kali untuk menu warkop atau lapo tuak ya, lae..
      klo orang batak berkenalan, ga adalah yg bilang dia dr karo atau dr batak atau dari toba.. krn ketiganya bukan nama tempat (kecuali klo ditanya orang apa.. bs jd salah satu dr ketiganya sbg jawaban).
      yg kutahu, biasanya klo pun ditanya orang apa?
      pasti dijawab.. "orang batak".
      kemudian berlanjut, batak apa?
      lalu di jawab: "karo, toba, simalungun, mandailing, pakpak (salah satu sebutkan biar ga dibilang batak dale kita, bos)".
      catatan: jangan pula kita bilang klo kita itu.. "batak dairi, batak siantar, batak sidikalang, batak tapsel, batak sidempuan, batak asahan, batak rantau..!! bs diketawain jg nanti, bos..!!
      ok, sekian dulu..dari aku (porman simbolon).
      Horas..!!

      Delete
    3. betul kata bang Porman,
      tapi maaf ya bang, aku nimbrung sikit

      Pada dasarnya nama suku itu memang sebagian besar berawal dari nama tempat, mis:
      - toba (orang batak yang tinggal di daerah toba),
      - karo (orang batak yang tinggal di daerah karo),
      - mandailing (orang batak yang tinggal di daerah mandailing)
      - dll.

      Kebanyakan orang batak menyebut daerah mereka sebagai nama tanah, misalnya:
      - orang Karo menyebut Taneh Karo
      - orang Mandailing menyebut Tano Mandailing
      - orang Nias menyebut Tano Niha
      - orang Toba yang menyebut sebagai Tano Batak atau Tano Toba, dan lain-lain.
      - bahkan kelompok etnis di Mizoram India pun menyebut daerah mereka sebagai "tanah", yaitu suku Mara menyebut Maraland (tanah Mara), suku naga menyebut Nagaland (tanah Naga) dan suku Mizo menyebut Mizoland (tanah Mizo),
      Yang semuanya mengandung arti sebagai "tanah" atau "nama tempat".

      Pada masa dahulu orang batak tidak mengenal istilah "suku", cuma tau istilah "halak" atau "kalak" saja, seperti halak batak atau halak toba, kalak karo, kalak pakpak, kalak gayo, kalak alas dll.
      Mungkin setelah mengalami proses sekian lama, nama-nama tempat tersebut pun diklaim atau ditetapkan menjadi sebutan nama suku untuk membedakan antara orang-orang batak yang menempati tempat-tempat tersebut.

      untuk hal ini, mungkin sah-sah saja kalau ada yang bertanya "dari mana?", kita jawab dari karo atau dari toba, karena karo dan toba juga merupakan nama tanah (daerah, tempat) untuk sesama ras batak pasti paham berarti lawan bicaranya itu adalah sesama orang batak, walau berlainan suku. Tapi kalau kita jawab dari batak (biasanya orang toba yang menjawab begini), tapi bagi orang karo, pakpak, simalungun dan lain-lain, tentu menjadi hal yang aneh bagi mereka.

      Jadi betul juga menurut bang Porman di atas, kalau orang bertanya "dari mana?", sebaiknya sebut nama kota atau desa kita berasal, kecuali kalau ditanya "orang apa?", barulah sebut "orang batak" atau langsung saja "orang karo", "orang toba", "orang simalungun" dll. ..
      awas kalau nggak itu, bisa dianggap dale ... hehe
      (padahal awak ni termasuk dale jugak nya .. )


      ok bang Porman, trims .. masukan yang berharga buat kita semua di sini.
      Horas juga!!

      Delete
    4. Kalo gitu coba jelaskan kenapa merga Pinem di Karo nyebut tanahnya Taneh Pinem? Apakah mereka gak mengaku orang Karo? :D

      Delete
  6. kalo menurut pengalaman saya lah ya,tak pernah kenalan di warung kopi atau dimana pun nanya orang mana?suku apa?biasanya nanya marga dulu kalo sesama batak (''marga apa lae?'',bisa juga menyebutkan marga dulu)
    kalo dengan suku lain,pasti nanya nama dulu (itu pun marga tetap disebutkan dibelakang nama atau langsung menyebutkan marga sebagai namanya)
    biasanya sesama halak batak tak perlu bilang lagi dari mana asalnya,karna dari marga juga biasanya kita udah tau dia batak mana,kalo dengan suku lain,jarang ada yang nanya ''batak mana?'' biasanya hanya mendengar marga saja,mau itu dari marga karo,simalungun,toba,mandailing,dan saudara-saudaranya,orang itu sudah tau pasti orang batak,,dan biasanya mereka tak perlu tau batak mana,karna mereka juga tak ngerti masalah itu,,
    Tak pernah saya dengar halak batak ngaku halak batak dengan halak batak lainnya,,pasti marga yang disebutkan pertama,kecuali dengan suku lain,itu pun jarang,,
    masalah HKBP,kenapa bahasa yg digunakan bahasa batak toba?karna itu bahasa universal bataknya,bukan berarti mengatakan batak itu adalah toba,,
    Sama saja dengan bahasa universal indonesia,diambil dari bahasa melayu.kenapa tak protes saja sekalian bahasa indonesia ini??
    horas!!
    R.simatupang(udah tau lah saya batak mana ya,tak perlulah saya bilang batak mana lagi)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ok bang Simatupang ... mantap kali ulasannya..
      Horas

      Delete
    2. Ada juga beberapa marga yang sama digunakan oleh beberapa etnis batak, seperti:

      Purba digunakan oleh etnis karo, toba dan simalungun,
      Siregar= toba, mandailing dan angkola
      Pinem=karo, alas, singkil
      Nasution=angkola, mandailing
      Sinaga=simalungun, toba
      dan lain-lain banyak lagi ..

      Delete
    3. "Sama saja dengan bahasa universal indonesia,diambil dari bahasa melayu.kenapa tak protes saja sekalian bahasa indonesia ini??" Well, that's totally different bang.


      Pertama:
      "Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
      Kedoea:
      Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
      Ketiga:
      Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."
      Diatas adalah isi Sumpah Pemuda. Jadi kenapa bahasa persatuan Indonesia dari bahasa Melayu bukan tanpa sebab.

      "Kami putra-putri Toba, Karo, Simalungun, Angkola, Mandailing, Pakpak, Nias, Alas, Gayo, Singkil, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Toba"
      Lain hal tadi kalo ada Sumpah Pemuda Batak. *No Offense*

      Delete
  7. VARIASI GENETIK SUKU BATAK YANG TINGGAL DI KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG BERDASARKAN TIGA LOKUS MIKROSATELIT DNA AUTOSOM

    INTISARI: Penelitian tentang variasi genetik menggunakan tiga lokus mikrosatelit DNA D2S1338, D13S317 dan D16S539 dilakukan untuk memperoleh ragam alel pada 76 sampel suku Batak yang tidak berhubungan keluarga yang tinggal di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Sampel DNA diektraksi dari darah menggunakan metode fenol-khloroform dan presipitasi etanol. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode PCR (SuperMix, Invitrogen). Ditemukan sebanyak 14 alel pada lokus D2S1338, 10 alel pada lokus D13S317 dan 8 alel pada lokus D16S539. Ketiga lokus menunjukkan keragaman genetik yang tinggi baik pada masing-masing lokus maupun pada pada masing-masing sub-suku Batak dengan keragaman genetik sebesar 0,8637 pada sub-suku Batak Toba, 0,7314 pada sub-suku Batak Karo dan 0,7692 pada sub-suku Batak Simalungun.

    Kata kunci: DNA mikrosatelit, Suku Batak, keragaman genetik, frekuensi alel, heterozigositas

    Penulis: YOSSY CAROLINA UNADI, INNA NARAYANI, I KETUT JUNITHA


    Sumber:
    http://www.e-jurnal.com/2013/10/variasi-genetik-suku-batak-yang-tinggal.html

    ReplyDelete
  8. @Amani Atma; Jadi apa kesmpulan dari peneltian genetik ini?

    ReplyDelete
  9. Hanya sebuah asumsi, pada mulanya hanya ada satu suku yaitu Pakpak kemudian terpecah jadi toba, karo dan lainnya.
    bahh, kenapa begitu?
    mari kita analisa dari segi "bahasa"
    awalnya kaloko lalu kalian ubah jadi haloho, kula- kula jadi hula-hula, dalikan si tellu jadi dalihan na tolu.

    " sembarangan kali kau ngomong seperti itu, kalian pakpak yang merbahnya dari hula hula menjadi kula kula"
    (batak komplein. . . he he)

    oke, mari kita ambil sebuah "parameter"
    sebelumnya saya ada sebuah istilah baru
    disebut dengan penyakit "H" kalian toba merubah huruf "K" menjadi H.
    bahkan bahasa baku indonesia tidak ketinggalan, contoh "kerbau" anda jawab sendiri dimana perubahannya, dan ini saya sebut penyakit " H "
    kucing, kalak, kita, kami, kambing dan masih banyak lagi.

    ini baru pembukaan, kalau ada yang ingin sharing lebih jauh ditunggu konent beriktnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe.. bisa juga ilmu ngeles abang ini.. masing2 pasti punya argumennya sendiri untuk membenarkan pendapatnya masing2.. tapi biarlah itu nanti akan terungkap sendiri mana yg benar dan mana yg bermain tipu2

      Delete
  10. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  11. "Lothar Schreiner, dalam bukunya “Adat dan Injil; Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak” (1999:11) mengatakan: “Sebutan ‘Batak’ maupun ‘daerah Batak’ barulah muncul setelah pengkristenan.” Senada dengan itu, Lance Castle, dalam bukunya, “Kehidupan Politik Sebuah Keresidenan: Tapanuli 1915-1940”, Desertasi Ph.D (1972:138) mengemukakan bahwa sebutan “Batak” itu bermula dari ‘stereotipe’ orang-orang Melayu Muslim di Sumatra Timur terhadap orang “Batak”, sedangkan konotasi yang terkandung dalam sebutan “Batak” ialah: ‘jelek, kasar, jorok, dan bodoh’. Akibatnya banyak orang “Batak” tidak mau menyebutkan identitas mereka sebagai “Batak”, dan lebih senang menyatakan diri sebagai orang: Toba, Karo, Simalungun, Mandailing/Angkola, atau Pakpak/Dairi. Lothar Schreiner dan Lance Castle maupun Ensiklopedia Britannica sebelumnya memberikan informasi bahwa kata “BATAK” itu baru muncul sejak masuknya Kristen dan Kolonial ke daerah pedalaman Sumatera Utara." dr sini aja bs diliat, di suku karo sblm masuknya kristen sudah ada agama Perbegu (Hindu Tua), di Karo tdk ada arti "Batak", "Istilah ”Batak” ini disebutkan dengan konotasi merendahkan (seakan memiliki stigma/cacat sosial). Khusus mengenai istilah ”Batak”, Daniel Perret menjelaskan bahwa istilah itu bukan berasal dari orang-orang Toba, Simalungun, Pakpak Bharat, Karo atau Mandailing. Label itu datang dari luar khasanah budaya mereka. Dalam beberapa dokumen bahwa sebutan ”Batak” tidak terdapat dalam sastra pra-kolonial. Bahkan dalam Hikayat Deli (1825) istilah ”Batak” hanya sekali digunakan, sedang dalam Syair Putri Hijau (1924) sama sekali tidak menyinggung ”Batak” atau Melayu. Baik dalam Pustaka Kembaren (1927) maupun Pustaka Ginting (1930) tidak dijumpai kata-kata ”Batak”. Selain itu, B.A. Simanjuntak mencacat bahwa kata-kata ”Batak” tidak dijumpai dalam Pustaha Toba. Memang dalam stempel Singamangaraja, yang tertera hanya kalimat ”Ahu Raja Toba”, bukan ”Ahu Raja Batak.” Karena label ”Batak” dibawa dari luar, maka dia menjadi sebuah label yang kabur dan menyesatkan (evasive identity). Ketika seorang menganggap orang lain ”Batak”, maka dia merasa lebih tinggi dari orang lain itu. " #kalakkaro #karobukanbatak

    ReplyDelete
    Replies
    1. .. hanya itu referensi anda ? menunjukkan begitu mudah anda diprovokasi orang yg ingin memecsh belah orang batak..
      kalau anda baca benar2 isi blog ini anda akan tau apa dan siapa orang batak itu, dan sejak kapan..
      tidak ada gunanya berdebat kalau isi kepala anda sudah seperti itu..
      ok.. silih..

      Delete
    2. tidak ada gunanya berdebat kalau isi comment ndu ".. hanya itu referensi anda ? menunjukkan begitu mudah anda diprovokasi orang yg ingin memecsh belah orang batak.. "

      Enaknya kam cantumin juga referensindu di comment ini.

      Delete