 |
wilayah Bebesen (aceh.tribunnews.com) |
Suku Batak 27, atau disebut juga sebagai
suku Batak Bebesen, merupakan suatu komunitas masyarakat yang berasimilasi dengan adat istiadat suku Batak Gayo. Suku Batak 27 ini, konon dahulu berasal dari tanah Batak Utara yang bermigrasi ke
wilayah Tanah Gayo. Komunitas suku Batak 27 bermukim di kecamatan Bebesen, di Takengon yang
termasuk wilayah adat suku Gayo Lut. Karena mereka bermukim di wilayah Bebesen, oleh masyarakat suku Gayo, mereka disebut
suku Batak Bebesen atau sebagai
suku Batak Gayo Bebesen.
Dahulu banyak
orang Batak dari tanah Utara datang ke Tanah Gayo dengan bermacam-macam
cara, yang kini bermukim di sebelah barat Danau Laut Tawar, Pengasingan
serta Celala, sekarang keturunannya tidak dapat dibedakan lagi dengan masyarakat suku Gayo Lut. Akan
tetapi, ada satu kenangan yang masih melekat dalam benak orang Gayo,
yaitu yang terjadi terhadap anak buah Reje Cik Bebesan dan Ketol.
Seterusnya adalah pada keturunan salah seorang Reje yang terkemuka di Tanah Gayo yang mendiami bagian timur daerah aliran sungai
Jemer yaitu, Reje Linge. Orang Gayo yang dimaksud ialah orang Gayo
Bebesen yang berdiam di bagian barat Danau Laut Tawar yang kalau
bertengkar dengan kampung tetangganya sering diejek Batak Bebesan atau
Batak 27.
Dalam cerita rakyat tersebut dikisahkan
tentang seorang yang bernama Lebe Keder, yang datang untuk menuntut bela
kematian kawannya yang meninggal karena dibunuh dan hartanya dirampok.
Ketika itu, sebanyak 20 orang Batak dari tanah utara, yang salah satunya bernama Lebe
Keder, lewat Alas dan Tanah Gayo, berangkat menuju Aceh. Selain untuk ongkos dan belanja
sendiri, mereka juga membawa titipan ongkos untuk pulang bagi 7
teman mereka. Melihat pundi-pundi penuh dengan uang, timbul niat jahat
dalam hati salah seorang raja Gayo, yaitu Reje Bukit, yang memerintah di
bagian barat Danau Laut Tawar yang mengajaknya bermain judi.
Ternyata,
pada waktu itu, Reje Bukit bernasib sial. Dia kalah dan mau tidak mau
harus merelakan sebagian kekayaannya berpindah ke dalam pundi-pundi
orang Batak Utara tadi. karena dihantui oleh perasaan marah, kesal, malu
dan iri, Reje Bukit nekad memancung salah seorang di antara mereka,
lalu menggantungkan kepalanya di atas sebatang pohon bambu tidak jauh
dari Bebesen. Karena itulah tempat itu disebut Pegantungan sampai saat
ini. Ke 19 orang-orang Batak Utara pun terkejut dan
menghindar menuju Aceh untuk menemui kawan-kawannya,
sekaligus bermaksud untuk mengadukan kezaliman Reje Gayo tersebut kepada
raja Aceh. Sultan memberi mereka restu untuk memerangi Reje Gayo itu
dan yakin bahwa mereka akan dapat mengalahkannya, tetapi Reje Bukit
sendiri tidak boleh dibunuh.
Pada serangan balasannya,
ke 26 orang dari Batak Utara ini mengalahkan pasukan Reje Bukit. Reje
Bukit sendiri, dalam keadaan panik, melarikan diri dan tersesat ke dalam
suatu paya (rawa-rawa) dekat kampung Kebayakan, sehingga tempat itu
disebut Paya Reje sampai saat ini. Setelah itu dibuatlah perjanjian yang
menyatakan bahwa Reje Bukit bersama anak buahnya ditunjuk untuk
menempati kampung Kebayakan sekarang dan ke-26 orang Batak Utara
tersebut, menempati wilayah yang sekarang
menjadi kampung induk Raja Cik, yaitu kampung Bebesen. Di tempat
ini mereka berkembang dan keturunannya disebut sebagai suku Batak
Bebesen atau suku Batak 27.
Dalam masyarakat suku Batak
27 ini tradisi marga tetap dipertahankan hingga saat ini. Marga-marga tersebut adalah Munthe, Cibero,
Melala, Lingga dan Tebe.
sumber: